Vaksinasi adalah usaha untuk mencegah seseorang menjadi sakit (preventive). Sebagaimana yang kita pahami dalam Islam, vaksinasi termasuk tindakan pengobatan preventif (wiqayah), karena itu dia dikenai hukum berobat. Hukum berobat adalah boleh (mubah), bahkan bahkan ada ulama yang berpendapat wajib. Hadist Rasulullah SAW menyatakan, mencegah penyakit lebih baik daripada mengobati.
Belakangan ini timbul kontroversi pendapat dikalangan ummat baik muslim atau bukan, bahwa vaksinasi tersebut ada sisi negatifnya. Bahan adjuvan yang dipakai, baik itu mengandung merkuri atau aluminium, dilaporkan beberapa kasus, dicurigai menimbulkan efek samping antara lain penyakit autoimun. Akan tetapi, para ahli berpendapat belum ada bukti yang kuat tentang hal itu, sedangkan manfaatnya telah terbukti secara signifikan mencegah penyakit. Sampai saat ini para ahli tetap merekomendasikan pemakaian vaksin.
Beberapa ulama di Indonesia menyatakan bahwa vaksin tersebut mengandung barang haram yaitu bahan yang berasal dari babi. Pendapat ini tidak benar. Pada diskusi yang dihadiri oleh pakar kedokteran/imunologi dengan para ulama tersebut telah dijelaskan bahwa didalam botol/ampul vaksin tersebut tidak sepersejutapun mengandung barang yang berasal dari babi. Memang, beberapa vaksin dalam pembuatannya memakai enzim yang berasal dari bahan babi sebagai katalisator. Dijelaskan pula bahwa dalam reaksi kimia, katalisator berfungsi melancarkan reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi. Jadi, dalam vaksin tersebut tidak lagi mengandung bahan yang berasal dari babi karena sudah mengalami proses penyucian atau pemurnian. Namun, ulama tersebut berpendapat walaupun tidak lagi mengandung unsur babi, tapi dalam proses pembuatannya memakai bahan dari unsur babi, dan tetap dianggap haram.
Sekarang ini, vaksin meningitis yang dipakai di Indonesia, terutama untuk jemaah haji dan umrah, tidak lagi dibuat memakai enzim yang berasal dari babi dan sudah mendapat sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia. Kita harapkan dimasa yang akan datang semua vaksin ataupun obat lain tidak lagi dibuat dengan memakai enzim dari unsur babi.
Saat ini beberapa vaksin, dalam proses pembuatannya masih memakai enzim yang berasal dari babi. Bagaimana pula pendapat dari Majelis Ulama Islam Eropa tentang masalah ini, mari kita simak kutipan berikut ini:
Majelis Ulama Eropa untuk fatwa dan Penelitian telah memberikan jawaban untuk masalah vaksin yang digunakan dalam vaksinasi anak terhadap polio. Dalam masalah tersebut, Majelis Ulama Eropa memutuskan dua hal:
- Penggunaan obat semacam itu ada manfaatnya dari segi medis. Obat semacam itu dapat melindungi anak dan mencegah mereka dari kelumpuhan dengan izin Allah dan obat semacam ini (dalam prosesnya memakai enzim dari babi) belum ada gantinya hingga saat ini. Dengan menimbang hal ini, maka penggunaan obat semacam itu dalam rangka berobat dan pencegahan dibolehkan. Hal ini dengan alasan karena mencegah bahaya (penyakit) yang lebih parah jika tidak mengonsumsinya. Dalam bab fikih, masalah ini ada sisi kelonggaran yaitu tidak mengapa menggunakan yang najis (jika memang cairan tersebut dinilai najis), namun sebenarnya cairan najis tersebut telah mengalami istihlak (melebur) karena bercampur dengan zat suci yang berjumlah banyak. Begitu pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan begitu primer yang dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya. Dan diantara tujuan syari’at adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan bahaya.
- Majelis merekomendasikan pada para imam dan pejabat yang berwenang hendaklah posisi mereka tidak bersikap keras dalam perkara ijtihadiyah ini yang nampak ada maslahat bagi anak-anak kaum muslimin selama tidak bertentangan dengan dalil yang definitif (qoth’i).